Rabu, 11 November 2009

perbankan syariah

Bank Syari’ah
A. Pengertian
Perbankan syariah atau Perbankan Islam adalah suatu sistem perbankan yang dikembangkan berdasarkan syariah (hukum) Islam yaitu Al-Qur’an dan Al-Hadist. Usaha pembentukan sistem ini didasari oleh larangan dalam agama islam untuk memungut maupun meminjam dengan bunga atau yang disebut dengan riba serta larangan investasi untuk usaha-usaha yang dikategorikan haram (misal: usaha yang berkaitan dengan produksi makanan/minuman haram, usaha media yang tidak islami dll), dimana hal ini tidak dapat dijamin oleh sistem perbankan konvensional.
B. Sejarah
Perbankan syariah pertama kali muncul di Mesir tanpa menggunakan embel-embel islam, karena adanya kekhawatiran rezim yang berkuasa saat itu akan melihatnya sebagai gerakan fundamentalis. Pemimpin perintis usaha ini Ahmad El Najjar, mengambil bentuk sebuah bank simpanan yang berbasis profit sharing (pembagian laba) di kota Mit Ghamr pada tahun 1963. Eksperimen ini berlangsung hingga tahun 1967, dan saat itu sudah berdiri 9 bank dengan konsep serupa di Mesir. Bank-bank ini, yang tidak memungut maupun menerima bunga, sebagian besar berinvestasi pada usaha-usaha perdagangan dan industri secara langsung dalam bentuk partnership dan membagi keuntungan yang didapat dengan para penabung.
Di Indonesia pelopor perbankan syariah adalah Bank Muamalat Indonesia. Berdiri tahun 1991, bank ini diprakarsai oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan pemerintah serta dukungan dari Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) dan beberapa pengusaha muslim. Bank ini sempat terimbas oleh krisis moneter pada akhir tahun 90-an sehingga ekuitasnya hanya tersisa sepertiga dari modal awal. IDB kemudian memberikan suntikan dana kepada bank ini dan pada periode 1999-2002 dapat bangkit dan menghasilkan laba. Saat ini keberadaan bank syariah di Indonesia telah di atur dalam Undang-undang yaitu UU No. 10 tahun 1998 tentang Perubahan UU No. 7 tahun 1992 tentang Perbankan.
Hingga tahun 2007 terdapat 3 institusi bank syariah di Indonesia yaitu Bank Muamalat Indonesia, Bank Syariah Mandiri dan Bank Mega Syariah. Sementara itu bank umum yang telah memiliki unit usaha syariah adalah 19 bank diantaranya merupakan bank besar seperti Bank Negara Indonesia (Persero) dan Bank Rakyat Indonesia (Persero).
Sistem syariah juga telah digunakan oleh Bank Perkreditan Rakyat, saat ini telah berkembang 104 BPR Syariah.
C. Perinsip-perinsip Bank Syariah
Prinsip syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan/atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang sesuai dengan syariah.
Beberapa prinsip/ hukum yang dianut oleh sistem perbankan syariah antara lain
• Pembayaran terhadap pinjaman dengan nilai yang berbeda dari nilai pinjaman dengan nilai ditentukan sebelumnya tidak diperbolehkan.
• Pemberi dana harus turut berbagi keuntungan dan kerugian sebagai akibat hasil usaha institusi yang meminjam dana.
• Islam tidak memperbolehkan "menghasilkan uang dari uang". Uang hanya merupakan media pertukaran dan bukan komoditas karena tidak memiliki nilai intrinsik.
• Unsur Gharar (ketidakpastian, spekulasi) tidak diperkenankan. Kedua belah pihak harus mengetahui dengan baik hasil yang akan mereka peroleh dari sebuah transaksi.
• Investasi hanya boleh diberikan pada usaha-usaha yang tidak diharamkan dalam islam. Usaha minuman keras misalnya tidak boleh didanai oleh perbankan syariah.
D. Mekanisme Kerja Bank Syariah
Secara mekanisme Bank syariah adalah tidak jauh berbeda dengan bank konvensional, namun sesuai dengan struktur organisasi system perbankan syariah maka mekanisme kerja pada masing bagian adalah sebagai berikut:
1. Dengan adanya Keputusan RUPS (Rapat Pemegang Saham) yang antara lain menyangkut laporan pertanggungjawaban Direksi serta rencana Kerja selanjutnya maka Bank syariah dapat mengadakan langkah kebijaksanaan serta opersionalisasu selanjutnya
2. Disamping itu adanya Fatwa agama dari DPS (Dewan Pengawas Syariah) terutama yang menyangkut produk-produk Bank syariah maka langkah kebijaksanaan serta oprasionalisasi Bank syariah tersebut mendapatkan pengabsahannya. Pada dasarnya DPS dengan Fatwa agamanya mempunyai peranan penting dalam Bank Syariah meskipun personalianya ditetapkan RUPS, karena Fatwa dari DPS bukan sekedar Nasihat melainkan nerupakan dasar oprasional yang sangat mengikat.
3. Selanjutnya dalam oprasional Bank syariah tersebut terdapat dua macam pengawasan: Pengawasan internal oleh Dewan Komisaris, DPS dan Direksi. Dan pengawasan eksternal oleh Bank Indonesia.

E. Produk perbankan syariah
Beberapa produk jasa yang disediakan oleh bank berbasis syariah antara lain:
1. Jasa untuk peminjam dana
Mudhorobah, (Trust Financing, Trust Investment) adalah perjanjian antara penyedia modal dengan pengusaha. Setiap keuntungan yang diraih akan dibagi menurut rasio tertentu yang disepakati. Resiko kerugian ditanggung penuh oleh pihak Bank kecuali kerugian yang diakibatkan oleh kesalahan pengelolaan, kelalaian dan penyimpangan pihak nasabah seperti penyelewengan, kecurangan dan penyalahgunaan.
Musyarokah (Joint Venture, Partnership), konsep ini diterapkan pada model partnership atau joint venture. Keuntungan yang diraih akan dibagi dalam rasio yang disepakati sementara kerugian akan dibagi berdasarkan rasio ekuitas yang dimiliki masing-masing pihak. Perbedaan mendasar dengan mudharabah ialah dalam konsep ini ada campur tangan pengelolaan manajemennya sedangkan mudharabah tidak ada campur tangan
Murobahah , yakni penyaluran dana dalam bentuk jual beli. Bank akan membelikan barang yang dibutuhkan pengguna jasa kemudian menjualnya kembali ke pengguna jasa dengan harga yang dinaikkan sesuai margin keuntungan yang ditetapkan bank, dan pengguna jasa dapat mengangsur barang tersebut. Besarnya angsuran flat sesuai akad diawal dan besarnya angsuran=harga pokok ditambah margin yang disepakati. Contoh:harga rumah, 500 juta, margin bank/keuntungan bank 100 jt, maka yang dibayar nasabah peminjam ialah 600 juta dan diangsur selama waktu yang disepakati diawal antara Bank dan Nasabah.
Takaful (asuransi Syariah)

2. Jasa untuk penyimpan dana
Wadi'ah (jasa penitipan), adalah jasa penitipan dana dimana penitip dapat mengambil dana tersebut sewaktu-waktu. Dengan sistem wadiah Bank tidak berkewajiban, namun diperbolehkan, untuk memberikan bonus kepada nasabah.
Deposito Mudhorobah, nasabah menyimpan dana di Bank dalam kurun waktu yang tertentu. Keuntungan dari investasi terhadap dana nasabah yang dilakukan bank akan dibagikan antara bank dan nasabah dengan nisbah bagi hasil tertentu.

3. Tantangan Pengelolaan Dana
Laju pertumbuhan perbankan syariah di tingkat global tak diragukan lagi. Aset lembaga keuangan syariah di dunia diperkirakan mencapai 250 miliar dollar AS, tumbuh rata-rata lebih dari 15 persen per tahun. Di Indonesia, volume usaha perbankan syariah selama lima tahun terakhir rata-rata tumbuh 60 persen per tahun. Tahun 2005, perbankan syariah Indonesia membukukan laba Rp 238,6 miliar, meningkat 47 persen dari tahun sebelumnya. Meski begitu, Indonesia yang memiliki potensi pasar sangat luas untuk perbankan syariah, masih tertinggal jauh di belakang Malaysia.
Tiga Tahun lalu, perbankan syariah Malaysia mencetak profit lebih dari satu miliar ringgit (272 juta dollar AS). Akhir Maret 2006, aset perbankan syariah di negeri jiran ini hampir mencapai 12 persen dari total aset perbankan nasional. Sedangkan di Indonesia, aset perbankan syariah periode Maret 2006 baru tercatat 1,40 persen dari total aset perbankan. Bank Indonesia memprediksi, akselerasi pertumbuhan perbankan syariah di Indonesia baru akan dimulai tahun ini..
4. Penghimpunan dana
Selain investor asing, penghimpunan dana perbankan syariah dari dalam negeri akan didongkrak penerapan office-channeling yang didasari Peraturan BI Nomor 8/3/PBI/2006. Aturan ini memungkinkan cabang bank umum yang mempunyai unit usaha syariah melayani produk dan layanan syariah, khususnya pembukaan rekening, setor, dan tarik tunai.
Sampai saat ini, office channeling baru digunakan BNI Syariah dan Permata Bank Syariah. Sejumlah 212 kantor cabang Bank Permata di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Bandung, dan Surabaya sudah dapat melayani produk dan layanan syariah sejak awal Maret lalu. Sementara tahap awal office channeling BNI Syariah dimulai 21 April 2006 pada 29 kantor cabang utama BNI di wilayah Jabotabek. Ditargetkan 151 kantor cabang utama BNI di seluruh Indonesia akan menyusul.
General Manager BNI Syariah Suhardi beberapa pekan lalu menjelaskan, untuk memudahkan masyarakat mengakses layanan syariah, diluncurkan pula BNI Syariah Card. Kartu ini memungkinkan nasabah syariah menggunakan seluruh delivery channel yang dipunyai BNI, seluruh ATM BNI, ATM Link, ATM Bersama, dan jaringan ATM Cirrus International di seluruh dunia.
Hasil penelitian dan permodelan potensi serta preferensi masyarakat terhadap bank syariah yang dilakukan BI tahun lalu menunjukkan tingginya minat masyarakat terhadap perbankan syariah. Namun, sebagian besar responden mengeluhkan kualitas pelayanan, termasuk keterjangkauan jaringan yang rendah. Kelemahan inilah yang coba diatasi dengan office channeling.
Dana terhimpun juga akan meningkat terkait rencana pemerintah menyimpan biaya ibadah haji pada perbankan syariah. Dengan kuota 200.000 calon jemaah haji, jika masing-masing calon jemaah haji menyimpan Rp 20 juta, akan terhimpun dana Rp 4 triliun yang hanya dititipkan ke bank syariah selama sekitar empat bulan. Dana haji yang terhimpun dalam jumlah besar dalam waktu relatif pendek akan mendorong munculnya instrumen investasi syariah. Dana terhimpun itu bahkan cukup menarik bagi pebisnis keuangan global untuk meluncurkan produk investasi syariah.
Di sisi lain, suku bunga perbankan konvensional diperkirakan akan turun. Menurut Adiwarman, bagi hasil perbankan syariah yang saat ini berkisar 8-10 persen, membuat perbankan syariah cukup kompetitif terhadap bank konvensional. "Dengan selisih sekitar dua persen (dari tingkat bunga bank konvensional), orang masih tahan di bank syariah, tetapi lebih dari itu, iman bisa juga tergoda untuk pindah ke bank konvensional," kata Adiwarman menjelaskan pola perilaku nasabah yang tidak terlalu loyal syariah.
F. Perbedaan Antara Menabung Di Bank Syariah dan di Bank Konvensional
Sepintas, secara teknis fisik, menabung di bank syariah dengan yang berlaku di Bahk konvensional hampir tidak ada perbedaan. Hal ini karena bank syariah dan bank konvensional diharuskan mengikuti aturan teknis perbankan secara umum. Akan tetapi, jika diamati secara mendalam, terdapat perbedaan besar diantara keduanya. Anatara lain:
1. Terletak pada akad. Pada bank syariah, semua teransaksi harus berdasarkan akad yang dibenarkan oleh syariah. Dengan demikian, semua teransaksi itu harus mengikuti kaidah dan aturan yang berlaku pada akad-akad muamalah syariah. Pada Bank Konvensional, teransaksi pembukaan Rekening, baik giro,tabungan, maupun deposito, berdasarkan perjanjian titipan, namun perjanjian titipan ini tidak mengiuti prinsip manapun dan mu’amalah syariah, misalnya wadi’ah, karena salah satu penyimpangannya diantaranya menjanjikan imbalan dengan tingkat bunga tetap terhadap uang yang disetor.
2. Terdapat pada imbalan yang diberikan. Bank konvensional menggunakan konsep biaya (cost concept) untuk menghitung keuntungan. Artinya, bunga yang dijanjiakan dimuka kepada nasabah penabung merupakan ongkos yang harus dibayar oleh bank. Karena itu bank harus “Menjual” kepada nasabah lainnya (peminjam) dengan biaya (bunga) yang lebih tinggi. Perbedaan antara keduanya disebut spread. Jika bunga yang dibebankan kepada peminjam lebih tinggi dari bunga yang harus dibayar kepada nasabah penbung, bank akan mendapatkan spread positif. Jika bunga yang diterima dari si peminjam lebih rendah, terjadi spred negative bagi bank. Bank harus menutupnya dengan keuntungan yang dimiliki sebelumnya. Jika tidak ada, ia harus menanggulanginya dengan modal.
Bank Syariah menggunakan Profit sharing, artinya dana yang diterima bank disalurkan kepada pembiyaan. Keuntungan yang didapatkan dari pembiyaan tersebut dibagi dua, untuk bank dan nasabah, berdasarkan perjanjian pembagian keuntungan dimuka (biasanya terdapat dalam formulir pembukaan Rekening yang berdasarkan konsep Mudlarabah)
3. Adalah sasaran kredit/pembiyaan. Para penabung dibank konvensional tidak bahwa uang yang ditabungkan diputarkan kepada semua bisnis, tanpa memandang halal-haram bisnis tersebut, bahkan sering terjadi dana tersebut digunakan untuk membiayai proyek-proyek milik grup perusahaan bank tersebut. Celakanya, kredit itu diberikan tanpa memandang apakah jumlahnya melebihi batas maksimum pemberian kredit (BMPK) ataukah tidak. Akibatnya, ketika kerisis datang dan kredit-kredit itu bermasalah, bank sulit mendapatkan pengembalian dana darinya.
Adapun Bank Syariah, penyaluran dana simpanan dari masyarakat dibatasi oleh dua prinsip dasar, yaitu prinsip syariah dan prinsip keuntungan. Artinya, pembiyaan yang akan diberikan harus mengikuti criteria-kriteria syariah, disamping pertimbangan-pertimbangan keuntugan. Misalanya, pemberian pembiyaan (Kredit) harus kepada bisnis yang halal, tidak boleh kepada perusahaan atau bisnis yang memproduksi makanan dan minuman yang diharamkan, perjudian, pornografi dan bisnis lain yang tidak sesuai dengan syariah. Karena itu, menabung di bank syriah relative lebih aman ditinjau dari perspektif Islam karena akan mendapatkan keuntungan yang didapat dari bisnis yang halal.
G. Kecaman Terhadap Peraktek Bank Syariah
Maraknya Perbankan Syariah bukan hadir tanpa kecaman, bisa hadir seperti yang kita rasakan saat ini, akan banyak Kecaman justru datang dari para ilmuwan Islam sendiri. Mereka berpendapat bahwa bank-bank Islam dalam menyelenggarakan transaksi-transaksi perbankan syariah justru telah melaksanakannya bertentangan dengan konsepnya. Dengan kata lain, bertentangan dengan kata-kata dan semangat dari ketentuan syariah. Penyelenggaraan kegiatan-kegiatan usaha bank-bank islam tersebut telah menimbulkan masalah moralitas. Dipertanyakan apakah penyelenggaraan kegiatan-kegiatan usaha tersebut, yang notabene bermaksud untuk menghindarkan pungutan bunga dan bermaksud agar para pihak memikul risiko bersama, memang telah diselenggarakan sesuai dengan tujuan tersebut ataukah dalam pelaksanaannya ternyata hanya sekedar pergantian istilah belaka? Dari pengamatan atau penelitian beberapa ilmuwan Islam, bank-bank Islam dalam penyelenggaraan kegiatan usahanya, ternyata bukannya meniadakan bunga dan membagi resiko, akan tetapi tetap mempertahankan perktek pembebanan bunga. Namun, dengan istilah lain dan menghindarkan resiko yang dilakukan dengan cara yang licik.








H. Kesimpulan
Perbankan syariah atau Perbankan Islam adalah suatu sistem perbankan yang dikembangkan berdasarkan syariah (hukum) Islam yaitu Al-Qur’an dan Al-Hadist. Yang diIndonesia berdiri sejak tahun 1991 yang diprakarsai oleh MUI dan Pemerintah Serta dukungan Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) dan beberapa pengusaha muslim.
Perbankan Syariah Mempunyai beberapa prinsip diantaranya Investasi harus jelas bukan dari Sesuatu yang diharamkan dalam ajaran agama Islam, tidak memperbolehkan "menghasilkan uang dari uang”, Unsur Gharar (ketidakpastian, spekulasi) tidak diperkenankan dan lain-lain.
Kemudian keunggulan dari Bank Syariah adalah Tawaran Produknya Seperti:
a. Jasa untuk Peminjaman dana diantaranya ada Mudlarabah, Musyarokah, Murobahah dan Takaful.
b. Jasa untuk penyimpan dana yang diaplikasikan pada Wadli’ah dan Deposito Mudlarabah.












DAFTAR PUSTAKA
• Syafi’I Antonio,Muhammad, (2001) Bank Syariah. Gema Insani press Jakarta.
• Sjadeini, Sutan Remy, (2007) Perbankan Islam, PT. Pustaka Utama Grafiti Jakarta.
• Muhammad, (2000) Operasional Bank Islam, UII Press Yogyakarta.
• Perwataatmadja, Karnaen dan Syafi’I Antonio, Muhammad (1999) Apa dan Bagaimana Bank Islam, PT. Dana Bhakti Prima Yasa. Yogyakarta.
• Http// www. Wikipedia.com. (Bank Syariah)