Jumat, 30 Maret 2012

PENGARUH LABELISASI HALAL P ADA TOKO MAKANAN NON MUSLIM TERHADAP KEPUTUSAN PEMBELIAN PADA MASYARAKAT MUSLIM KOTA PONTIANAK.



Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu. Qs: Al-Baqarah 168.
Komunitas Muslim di seluruh dunia, khususnya Indonesia telah membentuk segmen pasar yang potensial dikarenakan pola khusus mereka dalam mengkonsumsi makanan. Pola konsumsi ini diatur dalam ajaran Islam yang disebut dengan Syariat. Dalam ajaran Syariat, tidak diperkenankan bagi kaum muslim untuk mengkonsumsi produk-produk atau makanan tertentu karena substansi yang dikandungnya atau proses yang menyertainya tidak sesuai dengan ajaran Syariat tersebut. Dengan adanya aturan yang tegas ini maka para pemasar memiliki sekaligus barrier dan kesempatan untuk mengincar pasar khusus kaum Muslimin.
             Islam mengajarkan umat muslim untuk menghindari hal-hal yang dilarang oleh Allah SWT dan melaksanakan apa saja yang diperintahkan-Nya, ini membuat Muslim sebagai konsumen menjadi  konsumen yang permissive dalam pola konsumsi makanan. Karena dibatasi oleh ke-Halalan dan ke-Haraman seperti yang  dimuat dalam nash Al Qur’an dan Al Hadist yang   menjadi panduan tegas utama mereka.
             Di Indonesia. Khususnya di kota Pontianak, masyarakat muslim dilindungi oleh lembaga khusus yang bertugas mengaudit produk-produk atau makanan oleh konsumen muslim, Lembaga ini adalah Lembaga Pengawasan dan Peredaran Obat dan Makanan – Majelis Ulama Indonesia (LPPOM-MUI). Lembaga ini mengawasi produk yang beredar di masyarakat dengan cara memberikan sertifikat halal sehingga produk yang telah memiliki sertifikat halal tersebut dapat memberi label halal pada produknya. Artinya produk tersebut secara proses dan kandungannya telah lulus diperiksa dan terbebas dari unsur-unsur yang dilarang oleh ajaran agama Islam, atau produk tersebut telah menjadi kategori produk halal dan tidak mengandung unsur haram dan dapat dikonsumsi secara aman oleh konsumen Muslim.
            Label halal yang ada pada kemasan produk yang beredar di Indonesia adalah sebuah logo yang tersusun dari huruf-huruf Arab yang membentuk kata halal dalam sebuah lingkaran. Peraturan pelabelan yang dikeluarkan Dirjen POM (Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan) Departemen Kesehatan Republik Indonesia, mewajibkan para produsen-produsen produk makanan untuk mencantumkan label tambahan yang memuat informasi tentang kandungan (ingredient) dari produk makanan tersebut. Dengan begitu konsumen dapat memperoleh sedikit informasi yang dapat membantu mereka untuk menentukan sendiri kehalalan suatu produk.
            Kondisi masyarakat Muslim yang menjadi konsumen dari produk-produk makanan yang beredar dipasar, toko makanan dll namun mereka tidak mengetahui apa yang sebenarnya mereka konsumsi selama ini. Sebagai orang Islam yang memiliki aturan yang sangat jelas tentang halal dan haram, seharusnya konsumen Muslim terlindungi dari produk-produk yang tidak halal atau tidak jelas kehalalannya (syubhat). LPOM MUI memberikan sertifikasi halal pada produk-produk yang lolos audit sehingga produk tersebut dapat dipasang label halal pada kemasannya dengan demikian masyarakat dapat mengkonsumsi produk tersebut dengan aman.
            Kenyataan yang berlaku pada saat ini adalah bahwa LPPOM-MUI memberikan sertifikat halal kepada produsen-produsen obat dan makanan yang secara sukarela mendaftarkan produknya untuk diaudit LPPOM-MUI. Dengan begitu produk yang beredar dikalangan konsumen Muslim bukanlah produk-produk yang secara keseluruhan memiliki label halal yang dicantumkan pada kemasannya atau pada poster toko makanan masyarakat non muslim. Artinya masih banyak produk-produk yang beredar dimasyarakat belum memiliki sertifikat halal yang diwakili dengan label halal yang ada pada kemasan produknya. Dengan demikian konsumen Muslim akan dihadapkan pada produk-produk halal yang diwakili dengan label halal yang ada kemasannya dan produk yang tidak memiliki label halal pada kemasannya sehingga diragukan kehalalan produk tersebut.
            Meskipun demikian banyak fakta dilapangan pada masyarakat non muslim yang mencantumkan label halal pada poster di toko makanan mereka, seperti 100% halal atau halal MUI yang mereka tidak tau menahu apa sebetulnya yang disebut halal itu sendiri, dan mereka juga tidak memiliki pembelajaran khusus tentang bagaimana produk makanan itu bisa disebut halal, ada juga yang mencantumkan label halal namun pengerjaan mereka dalam pembuatan makanan tidak ada pemisah antara makanan yang halal dan makanan yang haram menurut syariat, sehingga kita sebagai masyarakat muslim memerlukan kewaspadaan khusus dalam keputusan menjadi konsumen mereka.