Rabu, 27 Maret 2013

Labelisasi Halal

Labelisasi adalah kata yang bersasal dari bahasa Inggris “Label” yang berarti “nama” atau “memberi nama” (Jhon Echol 2000:346) sedangkan dalam termenologi materi ini merupakan setiap keterangan mengenai pangan yang berbentuk gambar, tulisan, kombinasi keduanya, atau bentuk lain yang disertakan pada pangan, dimasukkan ke dalam, ditempelkan pada, atau merupakan bagian kemasan pangan, yang selanjutnya dalam Peraturan Pemerintah disebut Label.
Label memiliki kegunaan untuk memberikan infomasi yang benar, jelas dan lengkap baik mengenai kuantitas, isi, kualitas maupun hal-hal lain yang diperlukan mengenai barang yang diperdagangkan. Dengan adanya label konsumen akan memperoleh informasi yang benar, jelas dan baik mengenai kuantitas, isi, kualitas mengenai barang / jasa beredar dan dapat menentukan pilihan sebelum membeli atau mengkonsumsi barang dan jasa.
label halal sebagai tanda atau bukti tertulis sebagai jaminan produk yang halal dengan tulisan Halal dalam huruf Arab, halal huruf latin dan nomor kode dari Menteri yang di keluarkan atas dasar pemeriksaan halal dari lembaga pemeriksa halal yang dibentuk/ direkomendasikan MUI, fatwa halal dari MUI, sertifikat halal dari MUI sebagai jaminan yang sah bahwa produk yang dimaksud adalah halal untuk konsumsi serta digunakan oleh masyarakat sesuai dengan ketentuan syariah (Depag RI, 2005: 136)
Label pangan adalah setiap keterangan mengenai pangan yang berbentuk gambar, tulisan, kombinasi keduanya, atau bentuk lain yang disertakan pada pangan, dimasukkan ke dalam, ditempelkan pada, atau merupakan bagian kemasan pangan, yang selanjutnya dalam Peraturan Pemerintah ini disebut Label. Pasal 1 Angka 3 PP Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan.
 Iklan pangan adalah setiap keterangan atau pernyataan mengenai pangan dalam bentuk gambar, tulisan, atau bentuk lain yang dilakukan dengan berbagai cara untuk pemasaran dan atau perdagangan pangan, yang selanjutnya dalam Peraturan Pemerintah ini disebut Iklan. Pasal 1 Angka 4 PP Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan.
Sedangkan undang-undang tentang pangan halal adalah pasal 1 angka 5 Peraturan Pemerintah (PP) Republik Indonesia Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan yang berbunyi.  Pangan halal adalah pangan yang tidak mengandung unsur atau bahan yang haram atau dilarang untuk dikonsumsi umat Islam, baik yang menyangkut bahan baku pangan, bahan tambahan pangan, bahan bantu dan bahan penolong lainnya termasuk bahan pangan yang diolah melalui proses rekayasa genetika dan eradiasi, dan yang pengelolaannya dilakukan sesuai dengan ketentuan hukum agama Islam (Depag RI, 2005: 12).
Secara etimologi, kata Halal berasal dari bahasa Arab ((حلال halalan yang berarti hal-hal yang boleh dan dapat dilakukan karena bebas atau tidak terikat dengan ketentuan-ketentuan yang melarangnya. Sedangkan thayyib berarti makanan yang tidak kotor atau rusak dari segi zatnya, atau tercampur benda najis. Ada juga yang mengartikan sebagai makanan yang mengundang selera konsumennya dan tidak membahayakan fisik serta akalnya, dalam Al-Quran, kata halalan selalu diikuti kata thayyib. (Aisjah Girindra.2005:20 )
Makanan yang halalan dan thayyiban harus diterjemahkan lebih jauh lagi, yakni halalan dan thayyiban terhadap asal dan jenis bahan baku, campuran, proses pembuatan, pemasaran serta akibat dari menkonsumsi makanan tersebut. Sehingga makanan itu boleh untuk dikonsumsi secara syariah dan baik bagi tubuh secara kesehatan (medis).
Al-Qur’an secara tegas menyebutkan tentang makanan halalan thayyibãt dalam beberapa ayat dalam firmanya, yakni diantaranya:



1.      Surah Al-Baqarah ayat 168.
$ygƒr'¯»tƒ â¨$¨Z9$# (#qè=ä. $£JÏB Îû ÇÚöF{$# Wx»n=ym $Y7ÍhsÛ Ÿwur (#qãèÎ6®Ks? ÏNºuqäÜäz Ç`»sÜø¤±9$# 4 ¼çm¯RÎ) örßtãNä3s9A îûüÎ7B ÇÊÏÑÈ  
“Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu” (Depag RI, 2006: hal. 36)
makanan halal dalam ayat ini adalah makanan yang tidak haram, yakni yang tidak dilarang oleh agama memakannya. Makanan haram ada dua macam yaitu: karena zat seperti babi, bangkai dan darah. Dan yang haram karena sesuatu bukan dari zatnya, seperti makanan yang tidak diizinkan oleh pemiliknya untuk dimakan atau digunakan. Makanan yang halal adalah yang bukan termasuk kedua macam ini. (M.Quraish Shihab. Volume, 1 hal. 354)

2.       Surah Al-Ma’idah ayat 88
(#qè=ä.ur $£JÏB ãNä3x%yu ª!$# Wx»n=ym $Y7ÍhsÛ 4 (#qà)¨?$#ur ©!$# üÏ%©!$# OçFRr& ¾ÏmÎ/ šcqãZÏB÷sãB ÇÑÑÈ  
Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah telah rezekikan kepadamu, dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya” (Depag RI, 2006 : hal. 126)
Ayat ini memerintahkan untuk memakan makanan yang halal lagi baik. Bahwa tidak semua makanan yang halal otomatis baik. Karena yang dinamai halal terdiri dari empat macam, yaitu: wajib, sunnah, mubah dan makruh. Ada aktivitas walaupun halal, namun makruh atau sangat tidak disukai Allah, yaitu pemutusan hubungan. Selanjutnya, tidak semua yang halal sesuai dengan kondisi kesehatan tertentu, ada makanan yang halal, tetapi tidak bergizi, dan ketika itu ia menjadi kurang baik. Yang diperintahkan adalah yang halal lagi baik. (Shihab. Volume 3 : hlm. 188).
Labelisasi halal mempunyai tujuan untuk memenuhi tuntutan pasar (masyarakat konsumen) secara universal. Maka apabila tuntutan itu bisa terpenuhi, secara ekonomi, para pebisnis (industriawan) Indonesia akan mampu menjadi tuan rumah dari segala produk yang dipasarkan, tujuan lain yang sangat mendasar adalah melidungi akidah konsumen terutama yang beragama Islam. Artinya, dengan adanya labelisasi halal, para konsumen muslim tidak akan lagi ragu dalam mengkonsumsi makanan yang dibutuhkan.
Halalan taiyiban diatas harus memenuhi kriteria seperti yang ada dalam buku Himpunan Label Halal MUI (2010:39), bahwasanya ada ketentuan yang difatwakan MUI tentang kehalalan.produk pangan halal sesuai dengan syariat Islam meliputi, Halalnya prolehan Bahan Baku (bahan utama untuk proses produksi), Proses pngelolaannya dan pengiriman hingga penyajiannya.
Sedangkan Produk makanan halal adalah produk yang memenuhi syarat kehalalan sesuai dengan syari’at Islam (Depag RI, 2008:2), yakni:
a.       Tidak mengandung babi dan bahan yang berasal dari babi.
b.       Tidak mengadung bahan-bahan yang diharamkan seperti bahan-bahan yang berasal dari organ manusia, darah, kotoran dan lain sebagainya.
c.       Semua bahan yang berasal dari hewan halal yang disembelih menurut tata cara syari’at Islam.
d.       Semua tempat penyimpanan, tempat penjualan, tempat pengolahan, tempat pengelolaan dan transportasi tidak boleh digunakan untuk babi dan/atau barang tidak halal lainnya. Jika pernah dipergunakan untuk babi dan/atau barang tidak halal lainnya terlebih dahulu harus dibersihkan dengan tata cara syari’at Islam.
e.       Semua makanan dan minuman yang tidak mengadung khamar.