Labelisasi adalah kata yang bersasal dari bahasa Inggris “Label”
yang berarti “nama” atau “memberi nama” (Jhon Echol 2000:346) sedangkan dalam
termenologi materi ini merupakan setiap keterangan mengenai pangan yang
berbentuk gambar, tulisan, kombinasi keduanya, atau bentuk lain yang disertakan
pada pangan, dimasukkan ke dalam, ditempelkan pada, atau merupakan bagian
kemasan pangan, yang selanjutnya dalam Peraturan Pemerintah disebut Label.
Label memiliki kegunaan untuk memberikan infomasi yang benar, jelas dan lengkap baik mengenai
kuantitas, isi, kualitas maupun hal-hal lain yang diperlukan mengenai barang
yang diperdagangkan. Dengan adanya label konsumen akan memperoleh informasi
yang benar, jelas dan baik mengenai kuantitas, isi, kualitas mengenai barang /
jasa beredar dan dapat menentukan pilihan sebelum membeli atau mengkonsumsi
barang dan jasa.
label halal sebagai
tanda atau bukti tertulis sebagai jaminan produk yang halal dengan tulisan
Halal dalam huruf Arab, halal huruf latin dan nomor kode dari Menteri yang di
keluarkan atas dasar pemeriksaan halal dari lembaga pemeriksa halal yang
dibentuk/ direkomendasikan MUI, fatwa halal dari MUI, sertifikat halal dari MUI
sebagai jaminan yang sah bahwa produk yang dimaksud adalah halal untuk konsumsi
serta digunakan oleh masyarakat sesuai dengan ketentuan syariah (Depag RI,
2005: 136)
Label pangan adalah setiap keterangan mengenai
pangan yang berbentuk gambar, tulisan, kombinasi keduanya, atau bentuk lain
yang disertakan pada pangan, dimasukkan ke dalam, ditempelkan pada, atau
merupakan bagian kemasan pangan, yang selanjutnya dalam Peraturan Pemerintah ini
disebut Label. Pasal 1 Angka 3 PP Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan
Pangan.
Iklan
pangan adalah setiap keterangan atau pernyataan mengenai pangan dalam bentuk
gambar, tulisan, atau bentuk lain yang dilakukan dengan berbagai cara untuk
pemasaran dan atau perdagangan pangan, yang selanjutnya dalam Peraturan
Pemerintah ini disebut Iklan. Pasal 1 Angka 4 PP Nomor 69 Tahun 1999 tentang
Label dan Iklan Pangan.
Sedangkan undang-undang
tentang pangan halal adalah pasal 1 angka 5 Peraturan Pemerintah (PP) Republik
Indonesia Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan
Pangan yang berbunyi. Pangan halal adalah pangan yang tidak
mengandung unsur atau bahan yang haram atau dilarang untuk dikonsumsi umat
Islam, baik yang menyangkut bahan baku pangan, bahan tambahan pangan, bahan
bantu dan bahan penolong lainnya termasuk bahan pangan yang diolah melalui
proses rekayasa genetika dan eradiasi, dan yang pengelolaannya dilakukan sesuai
dengan ketentuan hukum agama Islam (Depag RI, 2005: 12).
Secara etimologi, kata Halal berasal dari
bahasa Arab ((حلال halalan yang
berarti hal-hal yang boleh dan dapat dilakukan karena bebas atau tidak terikat
dengan ketentuan-ketentuan yang melarangnya. Sedangkan thayyib berarti
makanan yang tidak kotor atau rusak dari segi zatnya, atau tercampur benda
najis. Ada juga yang mengartikan sebagai makanan yang mengundang selera
konsumennya dan tidak membahayakan fisik serta akalnya, dalam Al-Quran, kata halalan
selalu diikuti kata thayyib. (Aisjah Girindra.2005:20 )
Makanan yang halalan dan thayyiban harus
diterjemahkan lebih jauh lagi, yakni halalan dan thayyiban terhadap
asal dan jenis bahan baku, campuran, proses pembuatan, pemasaran serta akibat
dari menkonsumsi makanan tersebut. Sehingga makanan itu boleh untuk dikonsumsi
secara syariah dan baik bagi tubuh secara kesehatan (medis).
Al-Qur’an secara tegas menyebutkan tentang
makanan halalan thayyibãt dalam
beberapa ayat dalam firmanya, yakni diantaranya:
1. Surah Al-Baqarah ayat 168.
$ygr'¯»t â¨$¨Z9$# (#qè=ä. $£JÏB Îû ÇÚöF{$# Wx»n=ym $Y7ÍhsÛ wur (#qãèÎ6®Ks? ÏNºuqäÜäz Ç`»sÜø¤±9$# 4 ¼çm¯RÎ) örßtãNä3s9A îûüÎ7B
ÇÊÏÑÈ
“Hai sekalian manusia, makanlah
yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu
mengikuti langkah-langkah syaitan; karena Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh
yang nyata bagimu” (Depag RI, 2006: hal. 36)
makanan halal dalam ayat ini adalah makanan yang tidak haram, yakni
yang tidak dilarang oleh agama memakannya. Makanan haram ada dua macam yaitu:
karena zat seperti babi, bangkai dan darah. Dan yang haram karena sesuatu bukan
dari zatnya, seperti makanan yang tidak diizinkan oleh pemiliknya untuk dimakan
atau digunakan. Makanan yang halal adalah yang bukan termasuk kedua macam ini.
(M.Quraish Shihab. Volume, 1 hal. 354)
2. Surah Al-Ma’idah ayat 88
(#qè=ä.ur $£JÏB ãNä3x%yu ª!$# Wx»n=ym $Y7ÍhsÛ 4 (#qà)¨?$#ur ©!$# üÏ%©!$# OçFRr& ¾ÏmÎ/ cqãZÏB÷sãB ÇÑÑÈ
“Dan
makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah telah
rezekikan kepadamu, dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya” (Depag RI, 2006 : hal. 126)
Ayat ini memerintahkan untuk memakan makanan yang halal lagi baik.
Bahwa tidak semua makanan yang halal otomatis baik. Karena yang dinamai halal
terdiri dari empat macam, yaitu: wajib, sunnah, mubah dan makruh. Ada aktivitas
walaupun halal, namun makruh atau sangat tidak disukai Allah, yaitu pemutusan
hubungan. Selanjutnya, tidak semua yang halal sesuai dengan kondisi kesehatan
tertentu, ada makanan yang halal, tetapi tidak bergizi, dan ketika itu ia
menjadi kurang baik. Yang diperintahkan adalah yang halal lagi baik. (Shihab.
Volume 3 : hlm. 188).
Labelisasi halal mempunyai tujuan untuk
memenuhi tuntutan pasar (masyarakat konsumen) secara universal. Maka apabila
tuntutan itu bisa terpenuhi, secara ekonomi, para pebisnis (industriawan)
Indonesia akan mampu menjadi tuan rumah dari segala produk yang dipasarkan,
tujuan lain yang sangat mendasar adalah melidungi akidah konsumen terutama yang
beragama Islam. Artinya, dengan adanya labelisasi halal, para konsumen muslim
tidak akan lagi ragu dalam mengkonsumsi makanan yang dibutuhkan.
Halalan taiyiban diatas harus memenuhi kriteria seperti yang ada dalam
buku Himpunan Label Halal MUI (2010:39), bahwasanya ada ketentuan yang
difatwakan MUI tentang kehalalan.produk pangan halal sesuai dengan syariat
Islam meliputi, Halalnya prolehan Bahan Baku (bahan utama untuk proses
produksi), Proses pngelolaannya dan pengiriman hingga penyajiannya.
Sedangkan Produk makanan halal adalah produk yang
memenuhi syarat kehalalan sesuai dengan syari’at Islam (Depag RI,
2008:2), yakni:
a.
Tidak mengandung babi dan bahan yang berasal dari
babi.
b.
Tidak mengadung bahan-bahan yang diharamkan
seperti bahan-bahan yang berasal dari organ manusia, darah, kotoran dan lain
sebagainya.
c.
Semua bahan yang berasal dari hewan halal yang
disembelih menurut tata cara syari’at Islam.
d.
Semua tempat
penyimpanan, tempat penjualan, tempat pengolahan, tempat pengelolaan dan
transportasi tidak boleh digunakan untuk babi dan/atau barang tidak halal
lainnya. Jika pernah dipergunakan untuk babi dan/atau barang tidak halal
lainnya terlebih dahulu harus dibersihkan dengan tata cara syari’at Islam.
e.
Semua makanan dan minuman yang tidak mengadung khamar.