Senin, 14 Juni 2010

Konsep distribusi dalam Al-Qur'an

Distribusi dalam Al-Qur’an
Perbedaan dalam kehidupan manusia merupakan ketetapan Allah, dengan inilah manusia manusia mempunyai peran lebih diantara makhluk lain dikehidupan ini. Disamping itu, perbedaan ini membawa pentingnya makna kerja sama antara satu orang dengan orang lain dalam memenuhi kepentingan-kepentingan hidupnya. Perbedaan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan, yang mana karena perbedaan inilah manusia bisa menghormati satu sama lain dan juga saling menutupi satu sama lain, tetapi dengan adanya perbedaan ini bukan alasan manusia antara satu dengan yang lain untuk melegitimasi kedudukannya dihadapan Allah SAW sebagai makhluk mulia dan hina.
Konsep Islam menjamin sebuah distribusi yang memuat nilai-nilai insani, yang diantaranya dengan menganjurkan untuk membagikan harta lewat sadaqah, infaq, Zakat dan lainnya guna menjaga keharmonisan dalam kehidupan social, Allah berfirman dalam Al-Qur’an
Al-Baqarah Ayat 261.
•                          
Artinya: perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha mengetahui.
Penjelasan:
Dalam ayat diatas Allah SWT menegaskan tentang harta yang digunakan dalam kepentingan social/kebajikan yang berhubungan dengan Agama Allah SWT baik yang diperintahkan/diwajibkan oleh Allah SWT seperti nafkah, Zakat dll atau hanya karena mengharapkan ridha Allah semata dengan menyisihkan sedikit harta seperti Infaq, waqaf, dll. Dengan itu Allah SWT memberikan perumpamaan, seperti menanam satu biji tanaman yang mengeluarkan dahan/ bercabang tujuh cabang, yang mana dalam setiap dahan ada satu tangkai yang kemudian dalam satu tangkai terkandung didalamnya seratus biji tanaman seperti yang ditanam pertama tadi. Seperti itulah sebuah pahala atau ganjaran bagi siapapun yang bisa benar-benar ikhlas karena Allah SWT dengan menyisihkan sebagian hartanya dijalan Allah (Diinillah) .
   
Maka Allah SWT berhak melipatgandakan pahala sesuai keterangan diatas bahkan lebih dari itu kepada hamba-hambanya, maka oleh karena itu keihklasan sebuah amal baik sangat menentukan terhadap kualitas pahala yang tinggi (yang dilipatgandakan)
   
Allah SWT maha luas untuk menganugrahkan sebuah pahala yang berlipatganda yang kelipatannya bisa seratus kali lipat, karena kelipatan seratus ini merupakan jumlah yang sangat tinggi bagi hambanya, dan Allah SWT masih bisa menganugrahkan lebih dari itu sesuai dengan kata-kata waasi’(). Karena Allah SWT juga maha mengetahui kepada siapa Dia akan melipatgandakan pahala bagi hambanya.
At-taubah: Ayat 60
                         
60. Artinya: Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, Para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.


Penjelasan:
Allah Azza wajalla dalam ayat ini menjelaskan tentang pelaksanaan konsep distribusi dalam Islam dengan membagikan harta, sesuai ketentuan yang ada dalam ayat diatas, yaitu Allah SWT telah menganugrahkan kepada sebagian hambanya dengan memilki harta yang lebih dari pada yang lainnya dan sebagai tanda syukur, ada sebagian kewajiban atau hak-hak orang lain yang dititipkan pada hamba ini, yang wajib dikeluarkan sesuai dengan ketentuan penyaluran harta (hak-hak tersebut) telah jelas ditentukan dalam ayat ini. Konsep yang sesuai dengan ayat ini adalah penyaluran Sadaqah/Zakat kepada Delapan golongan:
Seperti yang di tegaskan Allah SWT dalam ayat diatas delapan golongan itu:
1. الفقير)) Al-Faqiir: yaitu orang yang serba kekurangan tidak punya kemampuan untuk bekerja dan enggan untuk meminta-minta seperti Ahlus-shaffah pada masa Nabi.
2. (المساكين) Al-masaakiin: yaitu orang-orang yang serba kekurangan, punya kemampuan untuk bekerja dan biasanya suka meminta-minta kepada orang lain dengan mengikuti atau lain sebagainya.
3. (العاملين) Al-‘Amiliina: orang-orang yang yang bertugas mengelola sadaqah/ Zakat, dengan mengumpulkan zakat, mencari, mencatat dan menetapkan siapa yang wajar menerima lalu menyalurkannya .
4. (المؤلفة قلوبهم) Al-Muallaf: Orang-orang yang terbujuk hatinya untuk memeluk agama Islam namun Imannya masih lemah, atau orang-orang yang mepunyai pengaruh dalam agama Islam sehingga bisa mengislamkan orang kafir.
5. (الرقاب) Ar-Riqaab: merupakan bentuk jamak dari kata رقبة raqabah yang berarti “leher” namun pada masa nabi kata ini mengalami perluasan makna, yaitu “hamba sahaya” yang tidak jarang pada saat itu hamba sahaya ini berasal dari tawanan perang yang dibelenggu tangannya dengan diikatkan keleher-leher mereka. Namun pada saat ini hamba sahaya sudah tidak berlaku lagi, yang kemudian kalangan Ulama’ Kontemporer (Mutaakhiriin) lebih memperluas Interpretasi mereka seperti Shekh Al-Azhar dan Mahmud syaltun, dengan mengarahkan argumentasi mereka terhadap wilayah-wilayah yang sedang diduduki oleh musuh dan dijajahnya, yang menurut mereka wilayah ini butuh terhadap pendistribusian zakat/sadaqah kesana .
6. (الغارمين) Al-Ghaarimin: orang-orang yang terlilit hutang untuk kepentingan yang bukan maksiat dan tidak ada kemampuan untuk membayarnya. Adapun orang yang berhutang untuk memelihara persatuan umat Islam dibayar hutangnya itu dengan zakat, walaupun ia mampu membayarnya.
7. (سبيل الله) Sabiilillah: orang-orang yang berjuang dijalan Allah baik terlibat langsung atau tidak (ikut berperan dengan menyediakan segala kebutuhan perang atau sesuatu yang berhungan dengan pertahanan keamanan), Namun ada sebagian kalangan Ulama’ tafsir (Mufassiir) yang mengarahkan pendistribusian perjuangan dijalan Allah terhadap segala kebutuhan tegaknya Agama Islam atau segala aktivitas yang menuju Ibadah, seperti menyalurkannya pada Organisasi-organisasi Islam, lembaga Pendidikan Islam, Masjid, Rumah Islam dll.
8. (ابن سبيل) Ibn Sabiil: orang yang merantau bukan dengan tujuan maksiat dan kehabisan bekal dalam perjalananya meskipun kaya dinegaranya.
Pendistribusian Sadaqah/ Zakat dalam hal ini lebih ditekankan kepada empat golongan pertama, untuk empat golongan selanjutnya masih tergantung kepada seberapa besar kebutuhan mereka terhadap sadakah.
Kesimpulan
Dari dua ayat diatas, yang mana keduanya berbicara tentang Sadaqah dan Zakat, maka dapat disimpulkan bahwa harta mempunyai fungsi social, fungsi tersebut ada yang ditetapkan oleh Allah SWT atas dasar kepemilikannya, seperti dalam ayat kedua, dan atas dasar persaudaraan seiman, sesama manusia sebangsa dan seagama. Sehingga dengan fungsi ini distribusi Sadaqah dan Zakat dapat meringankan kehidupan orang-orang yang memang membutuhkan baik secara langsung atau tidak. Islam tidak mengarahkan distribusi harus sama rata, akan tetapi Islam menjunjung tinggi keadilan atas dasar maslahah, antara satu dengan yang lain saling menyantuni, menghargai dan menghormati peran masing-masing. Ini semua bisa terlaksana jika masing-masing individu sadar terhadap eksistensinya dihadapan Allah SWT.

Tidak ada komentar: