Sebuah analisis Utilitas yang dikembangkan oleh Austrian marginalist
school dan oleh Alfred Marshall telah mengakar dalam “economic
rationalism” rasionalisasi ekonomi dan “utilitarianism” yang mana kedua
sumber ini telah telah sangat berpengaruh dalam sebuah formasi dan
adanya aliran baru dari sebuah kapitalisme di Negara-negara Eropa pada
abad 17, 18 dan 19. Pada abad 19 perkembangan telah pesat di beberapa
atmospir kehidupan, diantaranya adanya pengakuan sebuah aliran
kapitalisme baru. Oleh karena itu, tidak pernah ada yang dapat
melepaskan sebuah basis pilosopis dari sebuah merk kapitalisme itu.
Bukannya berarti tidak ada perbedaan. Max weber, seorang serjana
sosiolog terkemuka, telah sangat membenarkan hal itu dalam bukunya yang
sangat terkenal “ The Protestant Ethic and the Spirit of Capitalism” bahwasanya
“ economic rationalism” tidak hanya dari rasional yang dapat dijelaskan
dari sisi phenomena ekonomi. Tetapi juga sebagai contoh dapat
dirasionalisasikan dengan format yang islami melalui rasionalisasi yang
lain.
Rasionalisasi Islam berdasarkan sebuah
kepercayaan ideology dari kemahaesaan Tuhan (Allah) dan Agama serta
sebuah Kitab, yang mana sesuai kepercayaan ini, kehidupan manusia
difahami sebagai satu keutuhan yang mengarah pada satu tujauan terakhir.
Tujuan ini banyak diungkapkan dalam rukun Iman dan beberapa literature
seperti BerIman kepada Allah. “entering the Paradise” Masuk surga/
adanya surga, “worshipping Allah” beribadah kepada untuk menyelamatkan
diri dari neraka, adanya balasan/ pengadilan di Hari Kiamat dll.
Sesungguh semua ini hanya semata-mata untuk memperoleh ridlo Allah SWT.
Pernyataan
satu tujuan itu untuk kehidupan manusia ada efek yang mempengaruhinya
sehinngga dapat mempersatukan prilaku manusia pada prakteknya dan
menyangkal bahwa itu bukan tiruan, jadi disini memang ada perbedaan
pilosofi dan anggapan tentang “new capitalism” kapitalisme baru.
Rasionalisme keislaman telah menggantikan dalam menyelesaikan beberapa
masalah prilaku kehidupan manusia dari dari pada rasionalisme economi
barat yang gagal untuk menyelesaikannya dan juga karena bekgron sejarah
yang menjelaskan bahwa rasionalisme kapitalis adalah asing bagi ekonomi
yang islami dan dalam sikap prilaku yang islami, disamping itu
rasionalisme Islam tidak mengabaikan hal penting dari keinginan (wants)
manusia, kebutuhan (need) dan kepuasan. Dalam hal ini rasionalisme
ekonomi capitalis dan pilosopy megimpikan dari abad pertengahan bahwa
Eropa tidak dapat menjelaskan prilaku manusia dengan pembagianya. Ini
sebagian besar melihat fakta bahwa kedua system mengambil ukuran
diametric kebalikan dengan mengamati posisi kerja manusia dalam
prilakunya.
be continou .............
..................
Pemikiran sosioekonomi al-Ghazali berakar dari sebuah konsep yang dia sebut sebagai “fungsi kesejahteraan sosial islami”. Tema yang menjadi pangkal tolak seluruh karyanya adalah konsep maslahat atau kesejahteraan sosial atau utilitas (kebaikan bersama), yakni sebuah konsep yang mencakup semua aktivitas manusia dan membuat kaitan yang erat antara individu dengan masyarakat.....